Terkait Kasus Siswi SMP di Pontianak
Perlu Sikap Adil
dan Tak Hakimi Pelaku
Menteri Sosial Agus
Gumiwang menyapa anak-anak saat mengunjungi dan menyaksikan sekaligus menutup
Turnamen Asiana Cup IV di Jakarta, Minggu (14/10). Asiana Cup membina pesepak
bola usia dini. (Liputan6.com/JohanTallo)
Menteri Sosial Agung Gumiwang |
Menteri Sosial Agung Gumiwang menanggapi kasus bullying atau perundungan
terhadap siswi SMP di Pontianak, Kalimantan Barat. Untuk itu pihaknya melalui
Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial
akan mengambil sejumlah langkah.
"Pertama adalah
assesmen awal dan pendampingan oleh Satuan Bhakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos)
kepada anak korban. Hasil assesmen awal diperoleh informasi tentang kronologis
kejadian kekerasan yg dialami korban," tutur Mensos, ditulis Jumat
(12/4/2019).
Tim Sakti Peksos,
lanjut Gumiwang juga telah melaksanakan koordinasi dengan berbagai pihak yang
terlibat dalam penanganan kasus. Antara lain Polresta Pontianak, Dinas Sosial,
Lembaga Perlindungan Anak Indonesia, Balai Pemasyarakatan, dan Kementerian
PPPA.
Tim tersebut juga telah
berkoordinasi dengan pihak kepolisian, Pembimbing Kemasyarakatan Balai
Pemasyarakatan (PK BAPAS), dan keluarga korban dalam upaya mediasi mendorong
penyelesaian kasus melalui pendekatan keadilan restoratif/diversi.
"Berikutnya akan
dilaksanakan Case Conference atau pembahasan kasus secara terbatas dengan para
pihak terkait, baik tingkat pusat dan daerah untuk menyiapkan langkah-langkah
strategis penanganan kasus," tutur Mensos Gumiwang.
Upaya strategis lain
yang dilakukan adalah mendorong penyampaian informasi yang akurat dan berimbang
terkait dengan pemberitaan kasus, serta menjamin hak kerahasiaan pada korban
dan pelaku.
"Diperlukan pula
pendampingan psikososial kepada pelaku yang tertekan dengan tahapan pemeriksaan
kasus yang dijalaninya, serta menghindarkan munculnya stigmatisasi pada korban
dan pelaku," ungkap Mensos.
Pembelajaran
Menteri Sosial, Agus
Gumiwang Kartasasmita sebut kawasan Tangerang Raya adalah kawasan intensitas
tinggi penyebaran hoaks.
Sementara itu, maraknya
pemberitaan kasus penganiayaan ini di berbagai media telah menyita perhatian
dan keprihatinan semua pihak. Banyak dukungan dan simpati untuk korban.
Untuk itu, lanjutnya,
diperlukan sikap yang adil dan tidak menghakimi terhadap pelaku. Dukungan dan
semangat perlu diberikan pula kepada pelaku agar mereka menyadari perbuatannya
dan tidak mengulangi kejadian serupa.
"Hal ini bisa
menjadi pembelajaran bersama untuk terus meningkatkan upaya pencegahan tindak
kekerasan terhadap anak," kata Menteri Sosial RI @lip6.com/dl/Red.
"Karena dia sudah masuk ke fase bersama dengan teman-temannya. Orangtua hampir - hampir tidak diperdulikan lagi oleh anak dan juga fisiknya sudah besar. Sehingga banyak sekali yang datang kepada saya itu, orang tuanya kelihatannya sangan lemah apalgi ayahnya di luar kota. Ibunya sudah tidak berdaya untuk menghadapi anaknya yang sudah remaja," terang Veranita @ lip 6.com/Red.
Pelaku
Perundungan Masuk Kategori Gangguan Kejiwaan
Veranita Pandia Kepala Kelompok Staf Medis (KSM) Ilmu Kedokteran Jiwa RSHS Bandung |
Perilaku perundungan
atau bullying dalam bentuk apapun termasuk dalam kategori gangguan kejiwaan
(destructive behavior disorder). Destructive behavior disorder adalah gangguan
tingkah laku serta tingkah menentang.
Menurut Kepala Kelompok
Staf Medis (KSM) Ilmu Kedokteran Jiwa RSHS Bandung, Veranita Pandia, gangguan
kejiwaan itu timbul karena adanya figur otoritas. Contohnya untuk kelompok
anak, kata Veranita, sering kali tidak menyukai adanya aturan disiplin di
sekolah maupun di rumah.
Melawan
Bullying Melalui Buku dan Dukungan Orang Terdekat
"Kenapa itu
terjadi? Karena biasanya secara pola asuh itu inkonsisten. Bahkan ada orangtua
yang tidak memiliki aturan pada anak-anaknya. Sehingga anak itu bingung ketika
suatu saat dia ditegur, padahal enggak ada aturannya nih. Nah ada juga yang
aturannya ada, tapi orangtuanya kadang menerapkan aturan itu, kadang tidak
menerapkan aturannya. Memang betul dari segi kejiwaan, segala sesuatu yang
terjadi gangguan jiwa tidak bisa berdiri sendiri. Enggak hanya pola asuh
saja," kata
Veranita, Bandung, Jumat, 12 April 2019.
Veranita mengatakan,
faktor lain yang memengaruhi gangguan kejiwaan pelaku perundungan yaitu
biologis, psikologis, dan sosial. Faktor biologis
dipengaruhi oleh kerentanan genetik dari orangtua diduga pengguna napza,
memiliki kepribadian ambang, anti-sosial atau psikopat. Hal tersebut merupakan
faktor risiko terjadinya gangguan destructive behavior disorder.
Selain melakukan
penentangan, pelaku perundungan memiliki gangguan tingkah laku. "Prinsipnya
anak-anak atau remaja tersebut tidak suka dengan norma-norma atau aturan-aturan
dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, bahkan melanggar. Jadi mereka ini
cenderung tidak peduli dengan norma-norma yang berlaku," ujar Veranita.
Kasusnya seperti
peristiwa perundungan kepada ABZ, remaja korban perundungan oleh tiga orang
remaja lainnya yang baru-baru ini viral. Usai melakukan perundungan dan
diperiksa di kantor kepolisian, terduga pelaku perundungan sempat menggunggah
swafoto mereka.
Itu menunjukkan, jelas
Veranita, sebagian besar pelaku perundungan memiliki rasa bersalah yang sangat
minim. Perilaku tersebut merupakan cikal bakal kepribadian anti-sosial.
"Kebanyakan
menurut penilitian, pola asuh di sini sangat berperan dalam hal itu. Jadi dalam
hal ini peran orangtua--apalagi zaman sekarang--banyak tantangannya. Waktu kita
kurang bersama dengan anak. Sudah (waktu) kurang, kita sibuk dengan gadget kita
juga. Kita lupa menerapkan aturan, bahkan saat kita capai tidak menerapkan
aturan itu," jelas Veranita
Terlihat
saat remaja
Kurang ketatnya
penerapan disiplin terhadap anak, akan terlihat saat ia memasuki usia remaja.
Idealnya, aturan, norma dan perilaku sosial harus diterapkan dari sejak usia
anak.
Saat usia anak, aturan mengenai
perilaku yang boleh dilakukan dan tidak akan terbawa sampai memasuki usai
remaja. Memasuki usia remaja, peran orangtua akan diabaikan dalam hal penerapan
aturan yang diberlakukan.
"Karena dia sudah masuk ke fase bersama dengan teman-temannya. Orangtua hampir - hampir tidak diperdulikan lagi oleh anak dan juga fisiknya sudah besar. Sehingga banyak sekali yang datang kepada saya itu, orang tuanya kelihatannya sangan lemah apalgi ayahnya di luar kota. Ibunya sudah tidak berdaya untuk menghadapi anaknya yang sudah remaja," terang Veranita @ lip 6.com/Red.
3 Cara Orangtua
Cegah Bullying
Sebuah studi
menunjukkan bahwa pelaku bullying kebanyakan merupakan anak dengan kepercayaan
diri tinggi dan populer. Psikolog Jaana Juvonen mengatakan bahwa program
anti-bullying tidak efektif karena target yang salah.
Ia mengatakan bahwa
dibutuhkan cara yang lebih baik untuk menghentikan bullying karena korban dapat
mengalami berbagai masalah kesehatan seperti sakit kepala, sakit perut atau
sulit tidur. Korban juga mengalami penurunan dalam kemampuan untuk mengikuti
pelajaran di sekolah serta sulit berbaur dengan teman.
Pertemuan Kuasa Hukum
Siswi SMP di Pontianak dan Pelaku Belum Temukan Titik Terang
Tidak hanya korban yang
dapat merasakan risiko tetapi juga pelaku bullying. Survei dari US Department
of Education menunjukkan bahwa 25 persen pelaku bullying yang sering melakukan
keributan fisik memiliki catatan criminal pada umur 30 tahun.
“Bullying juga berisi
pelecehan verbal, ejekan nama, atau mempermalukan korban dalam publik. Guru
telah dilatih untuk menyelesaikan keributan di sekolah. Namun ketika pelecehan
verbal terjadi, anak seringkali harus menyelesaikan masalah ini sendiri. Hal
ini tidak bekerja dengan baik,” Kata Jaana Juvonen.
Cara
orang tua cegah bullying
Orangtua sebenarnya
dapat mengambil peran dalam pencegahan bullying. Melansir dari Prevention,
berikut hal yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegahnya:
1.
Berkomunikasi dengan guru
Tanyakan pada guru anak
Anda bagaimana bullying diatasi di sekolah. Dalam program yang efektif,
pelecehan verbal harus dianggap sebagai hal yang serius. Anak harus diajarkan
untuk mendukung korban dan menolak perilaku bullying.
2.
Berkomunikasi dengan anak
Beri pemahaman pada
anak Anda mengenai bullying sehingga anak mengetahui apa yang harus dilakukan
jika hal ini terjadi. Ajarkan anak untuk menolak perilaku bullying dan berani
untuk membela diri.
Jika Anda mencuragai
anak Anda terkena bullying, segera tanyakan. Cari tahu apakah bullying terjadi
di sekolah. Selain itu, Anda juga dapat membantu anak untuk membangun jaringan
pertemanan dengan mendukungnya melakukan aktivitas kelompok.
3.
Ajari anak mengenai keadilan
Jelaskan mengenai
keadilan pada anak Anda. Ajarkan anak untuk berani membela anak lain yang terkena
bullying. Kebanyakan anak tidak mau mengintervensi perilaku bullying karena
takut akan menjadi korban berikutnya. Namun, ketika pelaku bullying melihat
tindakannya tidak disetujui biasanya pelaku akan menyerah, dan jangan coba coba
berkonfrontasi baik sesame teman maupun anak terhadap orang tua dan sebaliknya
orang tua terhadap anak..
Selain itu, Jaana
Juvine menyarankan bila bullying telah terjadi, hal pertama yang harus Anda
lakukan adalah mendengarkan cerita anak. Jangan mengkonfrontasi orangtua pelaku
bullying karena hanya akan memperburuk situasi dan tidak membantu permasalahan
anak Anda. Bicaralah dengan guru mengenai permasalahan yang terjadi dan
diskusikan tindakan anti-bullying yang dapat dilakukan. @lip6.com/ks/Red
Tidak ada komentar:
Posting Komentar