Anggaran Program
Gernas Kakao TA 2012/2013
Ditjen
Perkebunan Kementan
Patut Diaudit
Program Gerakan Nasional (Gernas) Kakao 2012 dalam rangka mendukung
program Ketahanan Pangan Nasional di bidang agro, Kementerian Pertanian melalui
Direktorat Jenderal Perkebunan sudah selesai (berakhir) sejak Tahun Anggaran
(TA) 2012/2013 sekitar 4 tahun lalu, namun sejauh ini belum ada laporan resmi
tentang implementasi program ini berhasil atau tidaknya, pihak Kementan melalui
Ditjen Perkebunan belum ada keterangan resmi yang berarti.
Ir. Gamal Nasir MS (Dirjen Perkebunan) |
Namun demikian,
bukan berarti bisa selesai begitu saja program tersebut, mengingat anggaran
yang dikeluarkan oleh pemerintah cukup besar hingga ratusan miliar rupiah yang
diambil dari APBN TA 2012/2013 yang diinfokan oleh sumber media ini. Masih
menurut sumber yang sama, dia sangat tahu dan paham betul seluk beluk program
Gernas Kakao dari mulai penyedian pembibitan yang disebut SE (Somatic
Embriogenesis) bibit kakao yang diuji cobakan, penyemaiaan hingga penyaluran
bibit ke berbagai daerah yang jumlahnya mencapai puluhan juta bibit, khususnya disalurkan/alokasikan
khususnya di Pulau Sulawesi ( Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Suklawesi Utara, Sulawesi Barat yang merupakan provinsi baru
pemekaran dari induknya Sulsel ) , dan Sumatera Barat.
Persoalannya
adalah, menurut sumber yang sama bahwa Program Gernas Kakao dinilai “gagal”
dalam mensosialisasikan bibit jenis unggul kakao yang pembibitannya ada di
Jember Jawa Timur. Harga bibit kakao per biji mencapai Rp 35.000, - sedangkan jumlah
keseluruhan mencapai jutaan bibit, entah kenapa bisa dikatakan “gagal” ? lalu
bagaimana dengan pertanggungjawaban anggaran tersebut yang nilainya mencapai
ratusan miliar rupiah ini siapa yang bertanggung jawab? Apakah sudah diaudit
atau belum oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) redaksi belum memperoleh
keterangan lengkap.
Oleh karena itu,
redaksi melayangkan Surat Permohonan yang ditujukan ke Ditjen Perekbunan
Kementan pada, 12 Oktober 2015 tahun lalu dengan melayang ebebrapa pertanyaan seputar
Program Gernas Kakao dan permasalahannya. Akhirnya, terjawab melalui balasan
Surat Nomor : B.15.065/ HM.140/E.1/12/2015 tertanggal 10 Desember 2015 dalam
bentuk tanggapan atas beberapa pertanyaan yang diajukan oleh media ini Majalah
FOKUS. Selain, Program Gernas Kakao juga pernah di Loka Karya kan dalam rangka Hari
Kakao 2013 yang di selenggarakan di Jakarta 18 September 2013 yang tujuan utama,
adalah salah satu upaya untuk meningkatkan produksi pangan nasional guna
menunjang program ketahanan pangan, selain untuk kesejahteraan para petani kakao
dan keluarganya khususnya namun kenyataan yang terjadi di lapangan kehidupan
petani kakao masih tetap seperti dulu belum ada perubahan ekonomi yang berarti.
Catatan pasar
dunia untuk Negara penghasil produk kako olahan utama Indonesia menduduki
peringkat 3 dunia, yaitu 270.000 ton setelah Malaysia negara tetangga, Brazil
(235.000 ton), Ghana (215.000 ton), Perancis (138.000 ton), Spanyol (90.000
ton), dan Singapore hanya (78.000 ton ) Tapi untuk produksi kakao dunia tahun
2012 sebesar 3/946 juta ton tercatat di 12 negara produsen kakao utamanya,
adalah Pantai Gading ( 1.460.000 ton), Ghana (850.000 ton), Nigeria (225.000
ton), Kamerun (225.000 ton), Dominican Republic (60.000 ton), Columbia (46.000
ton), Papua New Guinea (45.000 ton), dan Mexico (25.000 ton), sedangkan
Indonesia menduduki peringkat 3 dunia dengan 270.000 ton.
“Coklatku
Budidayaku Indonesiaku” itulah tema Loka Karya Kakao Day Expo 2013 dimana kebijakan
yang menonjol dalam embangun perekakoan Indonesia adalah pembangunan hulu dalam
upaya peningkatan produktifitas dan mutu kakao. Kebjakan ini bertujuan
meningkatkan pendapatan petani sekaligus memenuhi kebuuhan bahan baku yang
ebrkualitas dan berkesinambungan dalam mendukung hilirisasi kakao.
Implementasi
kebijakan ini berupa program Gerakan Nasional Kakao yang dimulai sejak tahun
2009 dan berakhir 2013, dan kemudian dilanjutkan dengan program-program lainnya
tapi apa yang terjadi ? “ Loka karya boleh saja sukses, tapi bagaimana dengan program
Gernas Kakao TA 2012/2013 itu sendiri bisa disebut sukses? Siapa yang
mempertanggungjawabkan jika program itu “jalan ditempat” artinya nampak dari
laur berjalan tapi begitu kita tinjau ke lapangan hasilnya mana?
Saya katakan
program tersebut “gagal” yang sudah menelan biaya/anggaran negara hingga
ratusan miliar saying kan, akhirnya mubazir ?” ungkap sumber yang sama media
ini tegas. Adanya “kegagalan” program Gernas Kakao 2012 membuat Ditjen
Perkebunan Kementan “gerah” mengingat sudah 4 tahun berlalu kurang lebih
program ini berakhir tanpa hasil. Hal inilah, yang pada akhirnya mendapat
tanggapan langsung meskipun cukup lama 4 bulan sejak Okboer Desember 2015 baru ditanggapi.
Tanggapan ini
disampikan secara tertulis oleh Ir. Irmijati Rachmi Nurbahar, M.Sc Sesditjen
Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI setelah redaksi
menanyakan langsung ke Bagian Humas Ditjen Perkebunan Cq. Hadi yang saat itu
menunjukan bukti konkret adanya surat tanggapan, namun saat itu belum
ditandatangani oleh Sesditjen Perkebunan. Pada akhrnya ditandatangani juga
surat tanggapan ini, meskipun redaksi jauh sebelum melayangkan surat permohonan
permintaan tanggapan seputar Program Gernas Kakao sudah berulang kali konfirmasi
baik melalui SMS ( Short Massage Service)
maupun telepon langsung tidak pernah direspon oleh Gamal Nasir Direktur
Jenderal Perekbunan Kementan tanpa ada alas an jelas.
Inilah tanggapan
dari pihak Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan yang langsung ditanggapi Sesditjen
Peekbunan Ir. Irmijati Rachmi Nurbahar, M.Sc……………………..
Program Gernas
Kakao TA. 2012/2013 dipusatkan di Pulag Sulawesi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sumatera Utara) menurut sumber media ini
ternyata “tidak berjalan” dalam arti “gagal”. Kenapa tidak berjalan dan
dinyatakan gagal, mohon kiranya Pak Dirjen Perkebunan bisa menjelaskan
sejelas-jelasnya sebab akibat tidak berjalannya Program Gernas Kakao ini?
Program
peningkatan produksi dan mutu kakao dilaksanakan dengan melakukan perbaikan
produktivitas tanaman kakao melalui Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan
Mutu Kakao (Gernas Kakao) dilaksanakan dengan kegiatan peremajaan,
rehabilitasi, intensifikasi tanaman kakao. Kegiatan ini dilakukan pada lokasi
sentra kakao di Indonesia terutama di Pulau Sulawesi yang merupakan penghasil
sekitar 60% dari produksi kakao Nasional.
Pada tahun
2012/2013 Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan melaksanakan
pengembangan kakao sekitar 4.900 ha termasuk di Pulau Sulawesi dan Sumatera.
Kegiatan peremajaan dengan menyediakan benih unggul serta sarana produksi
seperti pupuk, pestisida, upah kerja dan lain-lain; rehabilitasi menyediakan penyambungan
tanaman kakao dengan entres kakao unggul serta didukung dengan sarana produksi
seperti diatas; dan intensifikasi untuk meningkatkan produktivitas tanaman
melalui pemupukan, sanitasi dan pengendalian OPT.
Kegiatan ini
telah berjalan sesuai dengan sasaran yang ditetapkan dan telah menununjukan
hasilnya di lokasi pengembangan sehingga petani merasa sangat terbantu dengan
adanya program ini. Perlu diketahui bahwa Pemerintah hanya menyediakan anggaran
bantuan melalui APBN selama setahun saja (tahun pertama), dan untuk tahun
selanjutnya diharapkan pemerintah daerah melalui APBD dan petani secara swadaya
melakukan pemeliharaan lanjutan setelah dibantu pemerintah pusat selama
setahun. Pada kenyataannya pemerintah daerah dan sebagian besar petani tidak
melakukan pemeliharaan lanjutan akibatnya tanaman yang telah diperbaiki
produktivitasnya tidak optimal.
Jika, memang
dinyatakan Program Gernas Kakao ini berjalan, dan tidak gagal tentu juga bisa
menjelaskan serta membuktikan kepada publik bentuk implementasi seperti apa?
dan hasilnya bagaimana ? karena ekspor biji kakao Indonesia tahun 2012 tercata
hanya 163.501 ton (BPS). Padahal sebagian kakao Indonesia adalah perkebunan
rakyat yang menurut data statistic total luas lahan penghasil kakao adalah 1.732.954
ha dengan produksi 936.266 ton, sedangkan produktivitasnya 820 kg/ha dari lima
provinsi penghasil kakao terbesar di Indonesia.
Gernas Kakao
dilaksanakan pada tahun 2009-2013 meliputi kegiatan peremajaan, rehabilitasi
dan intensifikasi. Sebagai gambaran, realisasi pelaksanaan Gernas Kakao untuk
ketiga kegiatan tersebut telah mencapai 457.963 ha atau hanya 26% dari luas kakao
di Indonesia yang mencapai 1,7 juta ha. Sesuai dengan Hasil Evaluasi yang
diselenggarakan lembaga independen termasuk Bappenas tahun 2011 serta Kajian
Dampak Gernas Kakao yang dilaksanakan beberapa perguruan tinggi (Instiper, UGM.
IPB) menunjukkan terjadi peningkatan produksi kakao terutama pada kegiatan rehabilitasi
dan intensifikasi, sedangkan untuk peremajaan baru terlihat hasilnya setelah 4
tahun dan produktivitasnya akan meningkat secara bertahap sesuai umur tanaman.
Produksi kakao
terutama pada wilayah di luar Gernas Kakao, pada umumnya tanamannya sebagian
tua/ rusak , terserang hama penyakit, kurang perawatan , sehingga produktivitas
rendah dan cenderung menurun. Sebaliknya pada wilayah Gernas Kakao produksi
meningkat namun karena Gernas Kakao
hanya mencakup 26% dari luas areal kakao nasional maka dampak peningkatan
produksinya tidak terlihat secara nyata.
Adapun
berdasarkan data statistic perkebunan tahun 2015, luas areal kakao nasional
tahun 2013 (angka tetap) mencapai 1.740.612 ha dengan produksi 720.862 ton
dengan produktivitas ratarata nasional 821 kg/ha/tahun. Ekspor biji kakao
Indonesia tahun 2012 tercatat hanya 163.501 ton (BPS), bahkan pada tahun 2014,
ekspor biji kakao mengalami penurunan yaitu sebesar 63,3 ribu ton.
Penurunan ekspor
biji kakao sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan ekspor kakao
olahan dibanding ekpsor biji kakao, sehingga nilai tambah ada di dalam Negeri. Terkait
hal tersebut pemerintah telah menerapkan Bea Keluar (BK) ekspor biji kakao pada
tahun 2010 yang bertujuan untuk meningkatkan industri pengolahan kakao dalan
negeri dan mengurangi ekspor biji kakao karena untuk memenuhi industry
pengolahan kakao dalam negeri. Sejak tahun 2011 ekspor biji kakao cenderung
menurun dan ekspor olahan kakao cenderung meningkat.
Implementasi
kebijakan berupa Program Gernas Kakao sudah dimulai sejak tahun 2009 dan
berakhir 2013 kemudian dilanjutkan dengan program-program pengembangan lainnya ternyata juga tidak berjalan sesuai harapan
kita semua, ada apa ini? Sementara anggaran biaya yang sudah dikeluarkan cukup
signifikan besar tapi tidak ada/jelas hasilnya seperti apa, dan bagaimana pertanggungjawabannya,
dan siapa yang sebenarnya yang bertanggung jawab?
Sebagaimana
diuraikan diatas bahwa, Gernas Kakao dimulai tahun 2009 dan berakhir pada tahun
2013. Namun demikian, pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan produksi,
produktivitas dan mutu kakao karena komoditi kakao mempunyai peran strategis
antara lain sebagai sumber devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan
lapangan kerja, mendorong agribisnis dan agroindustry kakao serta untuk
memenuhi bahan baku industry pengolahaan dalam negeri. Komitmen Pemerintah untuk
menjamin penyediaan bahan baku kakao melalui peningkatan produksi kakao dengan
melaksanakan pengembangan kakao berkelanjutan.
Berdasarkan data
dari Kementerian Peridndustrian, industri pengolahaan kakao kembali tumbuh
setelah collaps karena kekurangan bahan baku biji kakao (telah beroperasi
kembali 7 pabrik yang sebelumnya collaps}, saat ini telah beroperasi kembali
karena tersedianya bahan baku berupa biji kakao. Disamping itu, telah masuk 3
investor asing bidang pengolahan kakao untuk membangun pabriknya di Indonesia.
Hal ini mengindikasikan
bahwa produksi kakao dalam negeri meningkat disamping adanya kebijakan
pemerintah penerapan Bea Keluar Ekspor biji kakao. Dalam pelaksanaannya, pengembangan
kakao berkelanjutan dilakukan oleh daerah (Provinsi dan Kabupaten) melalui sumber
dana APBN dan telah berjalan sesuai dengan sasaran. Diharapkan pemerintah
daerah selain melaksanakan kegiatan bersumber dana APBN dimaksud juga melakukan
dukungan melalui APBD yaitu untuk pemeliharaan lanjutan.
Program gernas
kakao yang dikenal dengan Program Cacao SE (Somatic Embryogenesis) ini hingga sekarang
seperti di”peties”kan tanpa ada penjelasan resmi dari pemerintah dalam hal ini
Kementerian Pertanian Rl cq. Ditjen Perkebunan Kementan, di satu sisi rekapitulasi
anggaran biaya yang tadinya diumumkan di website sekarang di blok (tidak muncul
di website atau internet milik Kementan), termasuk Program Gernas Kakao,
kecuali Lokakarya Kakao 2015 dalam rangka peringatan Hari Kakao Indonesia 2013
yang bisa dibuka (dimunculkan). Ini ada apa, kenapa di blok tidak transparan? Mohon
penjelasannya secara konkret.
Program Gernas
Kakao adaiah program nasional/pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan
produksi dan produktivitas tanaman kakao guna mendukung industri pengolahaan
kakao dalam negeri sekaligus meningkatkan pendapatan petani kakao. Benih kakao
SE merupakan salah satu paket bantuan selain sarana produksi yang diberikan
kepada petani pada kegiatan peremajaan tanaman kakao, selain kegiatan
rehabilitasi (sambung samping) dan intensifikasi. Benih kakao SE (Somatic
Embriogenesis) bukan merupakan klon kakao baru namun merupakan bahan tanam
kakao unggul yang diperbanyak melalui teknologi somatic embryogenesis (SE) yang
digunakan untuk kegiatan peremajaan pada Gernas Kakao.
Ir. Irmijati Rachmi Nurbahar, M.Sc Sesditjen Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI |
Keberhasilan
pengembangan tanaman kakao selain ditentukan oleh tersedianya bahan tanam
(benih) unggul, juga ditentukan oleh tata cara budidaya sesgai GAP
(pemeliharaan tanaman di lapangan) yang
mencakup pemupukan, sanitasi, panen sering, serta pengendalian OPT. Pada Peringatan
Hari Kakao Indonesia 2015 di Yogyakarta pada bulan September 2015, telah ditandangani
Kesepakatan Kerjasama (MoU) Pemantauan, Pengawalan dan Pendampingan
Pengembangan Kakao Berkelanjutan tahun 2015 antara Dirjen Perkebunan dengan
pemangku kepentingan bidang kakao yaitu Dewan Kakao Indonesia, Puslit Koka,
ASKINDO, AIKI, APIKCI, APKAI dan CSP untuk melakukan pemantauan, pengawalan dan
pendampingan agar pelaksanaan pengembangan kakao berkelanjutan dapat mencapai
sasaran yang telah ditetapkan.
Hal ini
menunjukan bahwa pemerintah dalam hal ini Ditjen Perkebunan terbuka atas saran
yang membangun demi keberhasilan pengembangan kakao serta peningkatan
pendapatan petani kakao. Berdasarkan penelusuran kami, bahwa Program Gernas
Kakao pernah dimuat di website Kementerian Pertanian (Direktorat Jenderal
Perkebunan) meliputi informasi terkait Gernas Kakao, termasuk anggarannya
(secara kumulatif/total anggaran). Sehubungan dengan adanya penyempurnaan
website beberapa - waktu yang lalu dari www. deptan.go.id menjadi www.pertanian.go.id dimungkinkan adanya tautan (link) yang tidak terhubung/tersambung.
Lalu, apa
langkah yang akan diambil oleh pemerintah dengan “tidak berjalan” atau
“gagalnya” Program Gernas tersebut? Bagaimana dengan pertanggungjawaban
anggaran biaya TA 2012/2013 untuk kakao SE yang sudah terlanjur dikeluarkan/ dikucurkan/digunakan?
Mohon juga dijelaskan, bagaimanapun juga uang negara juga uang rakyat.
Program Gernas
telah dilaksanakan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
pelaksana di daerah (Provinsi dan Kabupaten) sebagai pelaksana program Gernas
Kakao telah bekerja seoptimal dan semaksimal mungkin, hal ini telah ditunjukkan
dengan terlaksananya anggaran sesuai ketentuan yang berlaku (Perpres No. 54/2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Pada tahun 2012/2013 satker daerah
juga telah melaksanakan kegiatan sesuai peraturan yang belaku, baik dalam
pengadaannya, penyalurannya serta penggunaan sarana produksinya maupun bantuan lainnya
kepada petani.
Petani kakao di
wilayah sentra produden kakao khgsusnya di wilayah Sulawesi yang merupakan
penghasil sekitar 6Q% produksi kakao nasional, telah menerima bantuan melalui
APBN yang disalurkan oleh satker daerah untuk itu petani juga seharusnya
melakukan pemeliharaan lanjutan terhadap tanaman kakao yang telah diperbaiki
melalui dana APBN.
Saat ini tanaman
kakao petani yang menerima bantuan telah berproduksi khususnya untuk tanaman
yang direhabilitasi dan diintensifikasi, sedangkan untuk tanaman yang diremajakan
belum berproduksi, karena akan berproduksi pada umur empat tahun. — Sebagai
gambaran Lembaga Ekonomi Masyarakat Sejahtera yang ditumbuhkan di Provinsi
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu contoh keberhasilan penguatan
kelembagaan petani kakao yang diprakarsai Dinas Perkebunan dan Hortikultura
Sulawesi Tenggara yang memiliki kelembagaan petani yang kuat dan mandiri
sehingga berdampak pada pengelolaan kebun kakaonya dan sekaligus produksi kebun
kakaonya.
Demikian
tanggapan dan ulasan kami terhadap pertanyaan yang diajukan oleh Untung
Sugianto Pemimpin Redaksi Majalah FOKUS. Sementara itu, redaksi menilai apa
yang sudah ditanggapi belum menyentuh pada subtansi yang diinginkan, yaitu
kisaran anggaran yang sudah dikelaurkan/dibiayai APBN TA 2012/2013 dinilai
masih sumir, sehingga diperlukan tambahan penjelasan dari berbagai sumber baik
dari BPK maupun Analis Transaksi Keuangan Negara.
@ Ruli
Harahap/f-09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar